Sabtu, 14 November 2020

Homeschool VS BDR, Pengalaman Pra-Sekolah Faruq


credit: pexels.com


Musibah pandemi menyimpan karun hikmah bagi setiap orang, tak terkecuali bagi keluarga saya. Salah satu hikmah terbesar yang amat sangat saya syukuri yakni adanya aturan “sekolah di rumah” selama pandemi. Meski dengan segala dramanya, sungguh aturan ini sebuah nikmat yang patut disyukuri, walhamdulillah.


Belajar dari Rumah atau BDR, istilah dari kemendikbud yang bermakna pembelajaran jarak jauh bagi siswa/siswi untuk semua jenjang pendidikan. Kalau emak-emak biasanya sebut singkat lagi efisien yes: “daring”. Walaupun secara tata bahasa, daring bermakna dalam jaringan. Tapi secara bahasa lisan, kita sama-sama tau ya mak, kalau status “lagi daring” maknanya bocil lagi belajar secara daring di rumah. 


Mengapa BDR menjadi hikmah besar bagi saya?

Singkat cerita, tahun 2019 lalu, anakku, Faruq (kelahiran Sept 2014), terdaftar sebagai siswa PKBM berbasis homeschooling untuk jenjang TK. Jadi, saya yang mengajar Faruq di rumah. Pertemuan dengan guru hanya 2 x saja per pekan. Itu pun secara daring via aplikasi electa. 

Homeschooling menjadi pilihan (atau lebih tepatnya tekad) saya untuk Faruq, setidaknya sampai dia usia 7 tahun, atau bahkan lebih dari usia itu, sampai kepribadiannya kokoh dan nggak gampang terpapar pengaruh teman buruk.  

Namun rencana hanyalah buatan manusia semata. Qadarullah, Allah anugerahi saya kehamilan kedua dengan ekstra berat dan mengharuskan saya bedrest. Homeschooling Faruq dialihkan pada ayahnya dan sudah jelas jawabannya: bapak-bapak mana ada yang telaten kan. Terbengkalai lah homeschool Faruq di tengah jalan. Serta merta Abu Faruq memutuskan Faruq sekolah saja.

Adu pendapat terjadi. Saya maunya Faruq homeshooling. Suami minta Faruq sekolah saja. Alasan lain beliau juga supaya Faruq punya guru, belajar adab pada guru, punya teman dan belajar sosialisasi (yang memang Faruq saat itu buruk banget dalam aspek ini). Sudah tak seiyo-sekato, yasudah saya mengalah. Pendaftaran TK dibuka, Faruq pun daftar di TK Islam Fatahillah Depok, beberapa meter saja dari rumah.

Tapi oh tapi... Masih berat rasanya hati kalau Faruq harus sekolah padahal umurnya saat itu belum genap 6 tahun. Emak galau luar biasa. Sampai akhirnya muncul pandemi dan semua aktivitas publik ditutup. Siswa TK pun diharuskan BDR. Masya Allah, saya mendapat jawaban luar biasa. Faruq tetap sekolah, tetap punya guru, punya teman, dan tetap homeschooling. Masya Allah Masya Allah. Sungguh hikmah pandemi yang luar biasa bagi saya.


Peralihan dari Homeschool ke BDR

Jelas beda antara homeschooling dan BDR, terutama dalam hal leha-leha. (Hahaha). Saat homeschool, emak terserah mau mulai jam berapa selesai jam berapa. Tanpa tugas, main-main aja (Main sambil belajar loh ya, he). Tanpa target hafalan. Kurikulum santai sekedar penuhi perkembangan tumkem seusianya saja.

Intinya, HS Faruq santai dan memang tujuannya supaya anak nggak stress. Ini homeschooling anak usia dini (HSAUD), jenjang pre-school, jadi ya memang main-main aja. Cocok buat Faruq yang cuma sanggup duduk manis maksimal 5 menit. Oke banget buat Faruq yang lagi dilanda ledakan kebutuhan aktivitas fisik ekstra.

Beralih ke BDR, Faruq harus masuk (video-call) pukul 8.30 atau jam 9 teng. Ada tugas yang harus dikerjain setiap hari. Harus baca tulis. Harus hafalan. Harus duduk manis setengah jam. Awal-awal, beratnya luar biasa. Berat buat anak, berat buat mamak. Anak stress karena harus disiplin tiba-tiba. Buat saya, berat minta bocil mandi pagi dan sarapan, pakai seragam, duduk manis fokus setengah jam. Yang paling berat: Minta dia mewarnai.

Saya kaget saat Faruq bilang cita-citanya jadi pelukis (sebetulnya animator. Tapi dia taunya profesi pelukis). Cita-cita itu Faruq sebut beberapa bulan sebelum BDR. Setelah beberapa pekan BDR, tiba-tiba dia bilang, Faruq nggak mau lagi jadi pelukis. Alasannya, dia bosen mewarnai setiap hari. 

Yap, karena ada tugas dari sekolah yang hampir setiap hari mewarnai dan dia nggak suka. Hahaha. Bingunglah saya gimana hadapi cita-cita Faruq ini. Tapi yasudahlah, toh dia memang sebetulnya nggak rapi mewarnai. So far, dia lebih cenderung di ranah logika-matematika, spasial, dan bahasa (belum ketemu yang mana kecenderungannya).

Saat ini, Faruq sudah sekitar 5 bulan BDR. Makin lama, dia terbiasa dan nggak pake drama lagi, kecuali satu dua momen kalau emang dia lagi bad mood karena suatu hal (lego rakitannya hancur, misal, he). Alhamdulillah ala kulli hal. 

Buat saya pun, BDR ini berbuah banyak pelajaran. Dibanding homeschooling, saya prefer BDR. Kenapa? Pertama, karena kurikulumnya jelas dan TK Islam Fatahillah tempat Faruq sekolah ini punya materi yang masya Allah bagusnya, belajar Al Qur’an, sunnah, Bahasa Arab, hadits, bahkan adab juga. Kurikulum agama ini yang menurut sy luar biasa. Kalau materi umum dari kurikulum kemendikbud sih udah biasa Faruq pelajari, dia bahkan mundur, ngulang banyak materi.

Kedua, Faruq punya guru yang mana dia bisa belajar banyak hal terutama adab. Setiap hari tatap muka setengah jam, walaupun via daring, Faruq bisa belajar sosialisasi, tentang menghormati, tentang disiplin. Walaupun masih proses, semoga Faruq bisa menyerap banyak hikmah dari BDR ini, belajar adab sebelum menuntut ilmu di jenjang SD nanti.

Ketiga, ada teman-teman, yang walaupun hanya jumpa virtual, Faruq pun tetap bisa belajar sosialisasi. Toh kadang jumpa temennnya di sekolah saat Sabtu di hari ambil tugas.

Alhamdulillah ala ni’matillah.


Anak Naik BB, Emak Diet Alami

Ada satu hal lagi yang sayang luput ditulis. Selama lima bulan BDR, BB Faruq naik 5 kilo. Saya terjemahkan: dia bahagia, dia nggak stress, terlepas dari penunjang kotak bekal yang bisa dia makan sambil ngerjain tugas. Iyes, dia tetep minta bekal walaupun sekolah di rumah. Hahha. Biasanya, Faruq males banget ngemil, makan. Sejak BDR, dia tanya tiap hari, “Hari ini bekalnya apa, Umma?”

Kebalikan saya. Emak makin rempong berkali-kali lipat setelah anak BDR. Setiap pagi nyiapin sarapan, seragam, bekel, nyiapin hape supaya nggak lowbat, nyiapin tugas, dll. Setelah video call, masih bimbing anak ngerjain tugas, baca, tulis, hafalan. Belum kalau bocil minta dibikinin mainan diy. Duh bisa sehalaman penuh kalau kerempongan ibu-ibu ditulis di sini. Rempong banget, cuma mamak-mamak yang tau. Buktinya, sy diet alami karena BB otomatis turun 3 kilo selama bocah BDR. Hueheheee.

Begitulah. Panjang betul cerita pengalaman pre-school Faruq. Daaan, ini baru jalan satu semester, buibuk! Laa haula wala quwata ila billah. Segala sesuatu, hanya pertolongan Allah yang memudahkannya. Setiap apa yang kita ajarkan ke anak, semoga dilandaskan niat ikhlas dan berbalas pahala. Salut untuk semua guru, saya tahu, BDR pun memiliki kisah yang berat untuk para pengajar. Semoga berbalas pahala melimpah karena mendidik dan mengajar. 



Afriza Web Developer

1 komentar:

  1. Maa syaa Allah... Barakallahu fikum 🌷
    Selalu ada sisi yang patut kita syukuri... Bahkan pandemi ini... Yaqin, selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa. Tetap semangat ya Umma dalam menemani anak BDR...

    BalasHapus