Blogger Syar’i 23.59
OH
NO! Ku ketik alamat blogku berkali-kali, namun yang muncul hanya halaman putih
dengan sebuah kotak ajaib. Miris, kotak itu bertajuk “Domain Expired”.
Segeralah jemariku meluncur ke email. Ternyata ubek punya ubek, email
pemberitahuan masa kedaluwarsa itu masuk ke spam, dan benar-benar menjadi
‘spam’ ketika isinya persis seperti tukang kredit panci yang menggedor keras di
tanggal tua.
Aish! Bahkan blogku pun bisa membalas dendam.
Aku lebih dahulu mencampakkannya, dan sekarang saat kubutuhkan ia
mencampakkanku. #melow
Status
itu kubiarkan begitu saja. Antara harap-harap posting, entah diposting atau
dimasukkan saja dalam hati. Dua jarum jam sudah nyaris berduet ria, kompak menunjukkan
ada kerlip bintang di atas sana.
“Besok
deadline lomba, bagaimana nasib tulisanku....” dengan deret panjang huruf u
yang akhirnya mengantarkanku pada kantuk. Mungkin lihat saja besok.
* * *
Sekian
bulan sebelum insiden expired.
“Aku
ini freelance writer, bukan freelance blogger,” kataku pada cermin.
“Apa
bedanya?” jawab cerminan hati.
“Hmm,
aku ini penulis konten website syar’i, bukan blogger yang cool.”
“Apa
bedanya?”
“Hmm,
yang kutulis artikel Islam, nasihat agama. Kalau blogger kan biasanya gaul,
ala-ala ngaskus, atau ala-ala selebgram, ala-ala traveller, ala-ala motivator, atau
malah ala-ala chef.”
“Apa
bedanya?”
“Hmm,
Yaaa.. sama-sama nulis sih...”
Setelah
perdebatan kalbu yang sengit, akhirnya kuputuskan mengurus kembali blogku yang
semangat membaranya hanya di dua bulan pertama. Apalagi di masa membara itu ada
promo domain yang nyaris tak ada harganya namun angka rupiahnya sangat tinggi
saat perpanjangan setahun mendatang.
Namun
semangat 45 di awal ternyata berubah menjadi semangat milenial. Alhasil hanya
cara praktis yang dianut untuk menghidupkan kembali blogku. Namun ternyata cara
praktis itu justru membuat blogku mendapat readers dan viewers. Bagaimana
tidak? Hasil tulisan freelanceku untuk website Islam kuposting ulang disana.
Sangat praktis dan yang penting, tak perlu menulis dua kali. Satu-satunya yang
layak diapresiasi hanyalah blogku menjadi lebih valuable karena berkonten
syar’i, bernafaskan dakwah.
* * *
“Coba
7 Langkah Ini Agar Shalat Lebih Khusyu” tajuk itu kutulis dalam sebuah aplikasi
poster maker. Setelah layak visual, kuposting di media sosial, lengkap dengan
link isi artikel secara lengkap yang bisa dibaca di blogku.
Tak
hanya medsos, kusebar via WhatsApp Group. Link blog wajib dicantumkan. Dan, dalam
hitungan menit, artikel itu masuk dalam daftar post favorit di blogku.
Thats cool! Teriakku
dalam benak saja. Kalau terdengar para blogger bisa malu setengah mati.
Mengingat keberhasilan pertamaku itu hanya satu buih dibanding jumlah kunjungan
yang diterima para blogger sungguhan. Tapi setidaknya, aku lebih bersemangat
untuk memposting kembali artikel demi artikel ke dalam blogku. Walaupun sekedar
artikel daur ulang dan aku hanyalah blogger jadi-jadian.
Beberapa
hari kemudian, aku tahu cara lebih canggih. Yakni mengupload banyak artikel
dalam satu waktu dengan posting terjadwal. Aku baru tahu ada cara ajaib men-setting
jadwal posting dan lebih ajaib lagi, itu adalah layanan free dari pelayan blog.
Pengetahuan baru yang kuanggap canggih lagi ajaib itu ternyata membuahkan
nyinyir dari suami. Mungkin karena di dahiku tertulis jelas kata “norak” atau
“gak gaul”, atau bahkan “emak era 80-an”.
* * *
5
Bulan Menuju Expired.
Hei!
Blogger syar’i yang tetap cool ini mulai penuh ambisi. Ternyata di luar sana
banyak iklan menarik tentang lomba blog. Koreksi! yang menarik bukan iklannya,
melainkan hadiahnya. Dari uang tunai, hingga barang branded selalu ditawarkan
para penggiat lomba. Lalu aku pun tergiat menjadi salah satu lomba hunter.
Lomba
demi lomba kuikuti. Temanya beragam, dari review produk, opini, hingga
fotografi. Blog bertema syar’i menjadi campur aduk layaknya urap di tanah Jawa,
atau karedok di tanah Sunda. Lalu, adakah kelezatan dibalik campur aduk itu? Jawabannya,
tidak. Jangankan produk branded, hadiah t-shirt pun tak pernah sampai di
rumahku.
Sepertinya
rasa cepat puas lah yang menguasai diri dibandingkan ambisi. Baru mendapat
viewer dua digit saja girangnya norak bukan main. Faktor keluguan emak-emak
juga turut membutakan mata hati hingga tak tahu diri. Semua orang bahkan tahu bahwa
lomba blog sejatinya adalah lomba jumlah viewer. Atau setidaknya, pengetahuan
itu kudapat setelah kegagalan sekian kali mengikuti lomba blog.
* * *
Hari
Expired, H-1 Deadline Lomba
Kekalahan
lomba demi lomba mematikan blogku. Semangat posting saja sudah redup. Konten
blog pun terlanjur acak adut. Terhitung dua bulan sudah blog itu tak lagi
hidup. Hingga hari expired domain tiba dan aku tak menyadarinya.
“Harga
perpanjang domain=Rp 250.000. Harga Domain Baru= Rp 200.000”
Angka
itu kupandangi saja tanpa aksi. Jelas itu bukan uang yang banyak bagi sebagian
orang. Namun harga itu hampir separuh honor menulis freelance selama sebulan. Mirisnya,
honor itu kini datang terlambat sangat.
Kurogoh
dompet, tak tega rasanya mengambil lima lembar uang biru dari anggaran belanja.
Itu artinya akan mengurangi jatah membeli daging dan udang. Lagi pula,
perpanjangan domain tak bisa dibayarkan secara cash.
“Aaaak...
Blogku... Lombaku...” Kusut sudah kerudungku akibat tanganku sendiri.
“Masih
ikut-ikutan lomba blog???” tanya dia, suamiku. Jelas, bukan hanya dia yang
bingung. Aku sendiri bingung mengapa masih berkutat dengan material bernama lomba.
“Ini
beda. Ini bukan lomba blog, tapi lomba cerpen,” mungkin ini alasanku.
“Lalu,
ada apa dengan blog?”
“Ya
karena lombanya menulis cerpen bertema blogger, harus diposting di blog.”
“Ya
itu lomba blog namanya.”
“Bukan,
ini lomba cerpen.” Tegasku sembari ketap-ketip menunggu tawaran seperempat juta
dari rekeningnya. “Bayarin?” Aku meringis, antara nyengir dan miris.
“Kamu
balikin aja ke alamat blogspot. Yang penting bukan domainnya, tapi isinya.”
Jleb!
Jawaban dia adalah anak panah tertajam setahun ini yang menancap tepat di
antara jantung dan hati. Belum lagi setelah ada kata “mubazir”, makin
menembuslah anak panah itu.
* * *
6
Jam Sebelum Deadline
Duh!
menyetting ulang blog cukup ribet. Terutama bagi emak-emak kalut sepertiku. “Tenang-tenang. Bukankah aku memang
deadliner si pengirim di jam 23.59!”
Pergantian
hari dalam definisiku adalah pergantian detik. Selama detik belum menunjukkan
waktu nol kali empat, maka hari ini masih bisa diubah, deadline lomba masih bisa
dikejar.
Kulirik
jam, dua jarumnya tak lagi akur dan saling menjauh hingga enam jam ke depan. Mouse
terus kugerakkan. Keyboard terus ditekan. Lomba itu mungkin baru akan kukirim satu
detik sebelum pergantian hari di waktu syamsiah. Kecuali jika ada keajaiban
tentunya. Tentang menang atau tidak lomba itu, aku tak tahu. Namun tentang kembali
menjadi blogger muslimah yang cool, aku tahu tekad itu.
by.
afrizahan.blogspot.co.id
Subhanallah inspiratif mbah blog syar'i nya
BalasHapusmasyaAllah kereeennn bangeeeedddd qaqaaaaaaaaa. kala diizinkan, farah mau kenal lebih dekat untuk belajar dan berguru hehe
BalasHapusWkwkwkk keren kak
BalasHapus