Selasa, 16 Juni 2020

Sejak Pandemi, Tak Ada Buku Lagi, Let's Read Jadi Solusi



Kebiasaan membaca anakku, Faruq (5y9m), berubah drastis sejak pandemi. Kami tak bisa lagi ke perpustakaan-daerah favoritnya. Pun pikir dua kali untuk beli buku baru di tengah krisis akibat lockdown. Buku koleksi pribadi juga sudah bosan baginya karena dibaca berulang entah berapa kali.
Namun tentu saja aktivitas membaca harus tetap dirutinkan. Kebiasaan membaca tak bisa berhenti hanya karena pandemi. Apalagi, untuk mengasah minat baca anak, orang tua harus konsisten membacakan buku setiap hari.

Lalu, apa yang saya lakukan?

Sungguh perlu disyukuri. Via media sosial, saya menemukan ternyata ada beberapa organisasi non-profit yang menyediakan segudang buku digital untuk anak. Bak menemukan harta karun! Saya merasa terlambat mendapat informasi, kemana saja selama ini?
Hikmah adanya pandemi, saya mendapat informasi tersebut, lalu mencari tahu, dan mendapat banyak buku untuk Faruq. Kini tren membaca si sulung berubah. Sebelum tidur, bukan lagi buku fisik yang dia minta, melainkan tablet untuk membaca e-book. Faruq suka sekali buku-buku digital itu.

Organisasi apa? Dimana dapat bukunya?

Terdapat dua layanan organisasi yang kami akses. Let's Read milik Asia Foundation dan Room to Read dengan LiterasiCloud-nya. Namun tulisan kali ini, saya hanya akan membahas Let's Read.
Terdapat banyak sekali buku koleksi Let's Read. Ratusan mungkin, atau lebih. Berbentuk aplikasi, Let's Read bagai perpustakaan digital khusus untuk buku anak. Ada webpagenya, namun saya merekomendasikan download aplikasi saja.
Disana, kita bisa mengoleksi buku yang diunduh sehingga dapat dibaca offline. Yang perlu digaris bawahi, semua aksesnya gratis tis tis! Ingat, ini layanan yayasan nirlaba, jadi gratisnya betul-betul gratis, bahkan tanpa iklan bersliweran.
Selain itu, kita juga bisa mengakses banyak sekali bahasa. Bukan hanya buku berbahasa Indonesia dan Inggris, ada juga bahasa daerah seperti Bahasa Jawa, Sunda, Bali dan Minang. Wow kan! Anak bisa belajar bahasa ibu lewat buku.
Ada pula level atau tingkat kesulitan bacaan. Dari first book atau buku pertamaku hingga level 5 untuk usia sekolah. Level ini bisa difilter atau disetting saat mencari buku. Untuk Faruq yang usianya 5 tahun, saya membacakan nyaring (read aloud) buku-buku level 1~3.
Read Aloud untuk Minat Baca Anak
Sudah jadi kebiasan saya membacakan nyaring untuk anak, setiap hari. Aktivitas ini saya lakukan sejak anak tertarik pada buku atau sekitar usianya 2 tahun. Buku fisik jenis boardbook jadi andalan saya. Maklum, saat itu belum tahu adanya buku digital berkualitas ala Let's Read.
Ternyata, read aloud ini jadi salah satu sarana anak hingga ia jatuh cinta pada buku. Tentu perlu konsistensi orang tua, namun hasilnya luar biasa. Sekarang justru Faruq yang semangat betul untuk membaca buku sementara saya mulai disibukkan merawat adiknya yang masih bayi.
Bonus lain dari read aloud, anak juga belajar membaca tanpa paksaan, tanpa stress mengeja. Faruq sudah mulai bisa membaca kata sederhana dengan 4~8 suku kata. Namun khusus untuk buku-buku yang pernah dibaca, dia mampu membaca kata kompleks sekalipun.
Buku-buku digital Let's Read sungguh memudahkan aktivitas read aloud saya untuk Faruq. Dia bebas pilih sendiri buku yang akan dibaca, lalu mendownloadnya. Sekali unduh bisa sampai 20 buku! Fuih~ capek betul bacanya. Untunglah levelnya ringan, jadi kalimat per halamannya tidak terlalu banyak. Ilustrasinya lah yang berkisah dengan sendirinya.
Salah satu buku favorit Faruq dari perpustakaan digital Let's Read bertajuk, "Mesin Keren Nenek". Buku ini terjemahan dari Bahasa India. Namun terjemahnya oke dan enak dibaca.

Biasanya, Faruq lama betul duduk di depan rak bukunya, hanya karena bingung pilih buku yang mana. Semua buku sudah dibaca berulang. Sekarang, dia jatuh cinta dengan buku digital. Buku-buku keluaran organisasi non-profit ini memang bagus, bukan sembarang buku gratisan. Levelnya pun internasional. Semua buku lahir dari proses yang serius dan berdasarkan kesukaan anak.
Lalu, saya berpikir tentang buku-buku cetak. Faruq sebagai generasi alpha tentu dekat dengan semua hal digital. Namun saya (walaupun gen milenial), tetap menyukai buku fisik atau cetak. Solusinya, buku-buku digital itu cukup diprint saja. Mudah kan.


#LetsReadAsia #AyoMembaca #minatbacaanak
Afriza Web Developer

4 komentar:

  1. Wah keren, sekarang semakin banyak perpustakaan digital ya. Tapi generasi milenial seperti kita memang kurang nendang kalo gak pegang buku fisik beserta aroma kertasnya. Hihihi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa, aroma buku jadi daya magnet sendiri ya. Beda dengan gen alpha, anak-anak kita, yang justru lebih tertarik dengan buku digital. Thanks Kak Uphiet, sudah mampir:)

      Hapus
  2. keren banget yaa Faruq aplikasinya langsung dapat segudang buku seru..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betuuul... Ga habis-habis deh bacaan, selalu ada stok buku:)
      Terima kasih Mbak Dewi, sudah mampir.

      Hapus