Sabtu, 14 November 2020

Homeschool VS BDR, Pengalaman Pra-Sekolah Faruq

credit: pexels.com


Musibah pandemi menyimpan karun hikmah bagi setiap orang, tak terkecuali bagi keluarga saya. Salah satu hikmah terbesar yang amat sangat saya syukuri yakni adanya aturan “sekolah di rumah” selama pandemi. Meski dengan segala dramanya, sungguh aturan ini sebuah nikmat yang patut disyukuri, walhamdulillah.


Belajar dari Rumah atau BDR, istilah dari kemendikbud yang bermakna pembelajaran jarak jauh bagi siswa/siswi untuk semua jenjang pendidikan. Kalau emak-emak biasanya sebut singkat lagi efisien yes: “daring”. Walaupun secara tata bahasa, daring bermakna dalam jaringan. Tapi secara bahasa lisan, kita sama-sama tau ya mak, kalau status “lagi daring” maknanya bocil lagi belajar secara daring di rumah. 


Mengapa BDR menjadi hikmah besar bagi saya?

Singkat cerita, tahun 2019 lalu, anakku, Faruq (kelahiran Sept 2014), terdaftar sebagai siswa PKBM berbasis homeschooling untuk jenjang TK. Jadi, saya yang mengajar Faruq di rumah. Pertemuan dengan guru hanya 2 x saja per pekan. Itu pun secara daring via aplikasi electa. 

Homeschooling menjadi pilihan (atau lebih tepatnya tekad) saya untuk Faruq, setidaknya sampai dia usia 7 tahun, atau bahkan lebih dari usia itu, sampai kepribadiannya kokoh dan nggak gampang terpapar pengaruh teman buruk.  

Namun rencana hanyalah buatan manusia semata. Qadarullah, Allah anugerahi saya kehamilan kedua dengan ekstra berat dan mengharuskan saya bedrest. Homeschooling Faruq dialihkan pada ayahnya dan sudah jelas jawabannya: bapak-bapak mana ada yang telaten kan. Terbengkalai lah homeschool Faruq di tengah jalan. Serta merta Abu Faruq memutuskan Faruq sekolah saja.

Adu pendapat terjadi. Saya maunya Faruq homeshooling. Suami minta Faruq sekolah saja. Alasan lain beliau juga supaya Faruq punya guru, belajar adab pada guru, punya teman dan belajar sosialisasi (yang memang Faruq saat itu buruk banget dalam aspek ini). Sudah tak seiyo-sekato, yasudah saya mengalah. Pendaftaran TK dibuka, Faruq pun daftar di TK Islam Fatahillah Depok, beberapa meter saja dari rumah.

Tapi oh tapi... Masih berat rasanya hati kalau Faruq harus sekolah padahal umurnya saat itu belum genap 6 tahun. Emak galau luar biasa. Sampai akhirnya muncul pandemi dan semua aktivitas publik ditutup. Siswa TK pun diharuskan BDR. Masya Allah, saya mendapat jawaban luar biasa. Faruq tetap sekolah, tetap punya guru, punya teman, dan tetap homeschooling. Masya Allah Masya Allah. Sungguh hikmah pandemi yang luar biasa bagi saya.


Peralihan dari Homeschool ke BDR

Jelas beda antara homeschooling dan BDR, terutama dalam hal leha-leha. (Hahaha). Saat homeschool, emak terserah mau mulai jam berapa selesai jam berapa. Tanpa tugas, main-main aja (Main sambil belajar loh ya, he). Tanpa target hafalan. Kurikulum santai sekedar penuhi perkembangan tumkem seusianya saja.

Intinya, HS Faruq santai dan memang tujuannya supaya anak nggak stress. Ini homeschooling anak usia dini (HSAUD), jenjang pre-school, jadi ya memang main-main aja. Cocok buat Faruq yang cuma sanggup duduk manis maksimal 5 menit. Oke banget buat Faruq yang lagi dilanda ledakan kebutuhan aktivitas fisik ekstra.

Beralih ke BDR, Faruq harus masuk (video-call) pukul 8.30 atau jam 9 teng. Ada tugas yang harus dikerjain setiap hari. Harus baca tulis. Harus hafalan. Harus duduk manis setengah jam. Awal-awal, beratnya luar biasa. Berat buat anak, berat buat mamak. Anak stress karena harus disiplin tiba-tiba. Buat saya, berat minta bocil mandi pagi dan sarapan, pakai seragam, duduk manis fokus setengah jam. Yang paling berat: Minta dia mewarnai.

Saya kaget saat Faruq bilang cita-citanya jadi pelukis (sebetulnya animator. Tapi dia taunya profesi pelukis). Cita-cita itu Faruq sebut beberapa bulan sebelum BDR. Setelah beberapa pekan BDR, tiba-tiba dia bilang, Faruq nggak mau lagi jadi pelukis. Alasannya, dia bosen mewarnai setiap hari. 

Yap, karena ada tugas dari sekolah yang hampir setiap hari mewarnai dan dia nggak suka. Hahaha. Bingunglah saya gimana hadapi cita-cita Faruq ini. Tapi yasudahlah, toh dia memang sebetulnya nggak rapi mewarnai. So far, dia lebih cenderung di ranah logika-matematika, spasial, dan bahasa (belum ketemu yang mana kecenderungannya).

Saat ini, Faruq sudah sekitar 5 bulan BDR. Makin lama, dia terbiasa dan nggak pake drama lagi, kecuali satu dua momen kalau emang dia lagi bad mood karena suatu hal (lego rakitannya hancur, misal, he). Alhamdulillah ala kulli hal. 

Buat saya pun, BDR ini berbuah banyak pelajaran. Dibanding homeschooling, saya prefer BDR. Kenapa? Pertama, karena kurikulumnya jelas dan TK Islam Fatahillah tempat Faruq sekolah ini punya materi yang masya Allah bagusnya, belajar Al Qur’an, sunnah, Bahasa Arab, hadits, bahkan adab juga. Kurikulum agama ini yang menurut sy luar biasa. Kalau materi umum dari kurikulum kemendikbud sih udah biasa Faruq pelajari, dia bahkan mundur, ngulang banyak materi.

Kedua, Faruq punya guru yang mana dia bisa belajar banyak hal terutama adab. Setiap hari tatap muka setengah jam, walaupun via daring, Faruq bisa belajar sosialisasi, tentang menghormati, tentang disiplin. Walaupun masih proses, semoga Faruq bisa menyerap banyak hikmah dari BDR ini, belajar adab sebelum menuntut ilmu di jenjang SD nanti.

Ketiga, ada teman-teman, yang walaupun hanya jumpa virtual, Faruq pun tetap bisa belajar sosialisasi. Toh kadang jumpa temennnya di sekolah saat Sabtu di hari ambil tugas.

Alhamdulillah ala ni’matillah.


Anak Naik BB, Emak Diet Alami

Ada satu hal lagi yang sayang luput ditulis. Selama lima bulan BDR, BB Faruq naik 5 kilo. Saya terjemahkan: dia bahagia, dia nggak stress, terlepas dari penunjang kotak bekal yang bisa dia makan sambil ngerjain tugas. Iyes, dia tetep minta bekal walaupun sekolah di rumah. Hahha. Biasanya, Faruq males banget ngemil, makan. Sejak BDR, dia tanya tiap hari, “Hari ini bekalnya apa, Umma?”

Kebalikan saya. Emak makin rempong berkali-kali lipat setelah anak BDR. Setiap pagi nyiapin sarapan, seragam, bekel, nyiapin hape supaya nggak lowbat, nyiapin tugas, dll. Setelah video call, masih bimbing anak ngerjain tugas, baca, tulis, hafalan. Belum kalau bocil minta dibikinin mainan diy. Duh bisa sehalaman penuh kalau kerempongan ibu-ibu ditulis di sini. Rempong banget, cuma mamak-mamak yang tau. Buktinya, sy diet alami karena BB otomatis turun 3 kilo selama bocah BDR. Hueheheee.

Begitulah. Panjang betul cerita pengalaman pre-school Faruq. Daaan, ini baru jalan satu semester, buibuk! Laa haula wala quwata ila billah. Segala sesuatu, hanya pertolongan Allah yang memudahkannya. Setiap apa yang kita ajarkan ke anak, semoga dilandaskan niat ikhlas dan berbalas pahala. Salut untuk semua guru, saya tahu, BDR pun memiliki kisah yang berat untuk para pengajar. Semoga berbalas pahala melimpah karena mendidik dan mengajar. 



Kamis, 17 September 2020

Ide Main Anak: Eksperimen Sederhana dari Bahan Dapur



Main bareng anak nggak harus yang ribet dan beli alat penunjang mahal. Memanfaatkan bahan-bahan di dapur, eksperimen sederhana pun bisa dibuat. Berikut beberapa ide main eksperimen di rumah dari aktivitas homeschool anakku, Faruq. 

Aktivitas-aktivitas berikut banyak manfaatnya loh Mak, diantaranya:

  1. Mengasah kemampuan STEM (Science, Technology, Engineering and Math) Anak. Kemampuan ini akan sangat dibutuhkan di generasi mendatang.
  2. Mengasah sensori. Beberapa ide main dapat mengasah sensori pendengar, peraba, perasa, dan sebagainya.
  3. Mengajak anak berpikir kritis dan problem solving
  4. Mengenal tentang alam
  5. Belajar bahan makanan dan menambah kosa kata (untuk balita).

Sebelum bermain, perlu jadi perhatian tentang penggunaan bahan makanan. Kalau saya, sebisa mungkin menghindari mubadzir, pilih eksperimen yang minim kemungkinan bahan makanan akan dibuang. 

Untuk eksperimen telur, pilih yang nantinya telur masih bisa dimasak. Eksperimen sayur pun pilih sayuran yang rusak/busuk. Juga bahan makanan lain, pilih yang masih bisa dimakan setelah eksperimen usai. Pun saya menghindari penggunaan tepung untuk bermain karena pasti dibuang setelahnya. Disini saya kecualikan bahan seperti cuka, baking soda, garam, gula, pewarna makanan, dan sebagainya.

Berikut beberapa aktivitas Faruq yang masih tersimpan fotonya. Sebagian entah kemana, sebagian lagi lupa didokumentasikan. Ide main eksperimen sederhana ini bisa untuk anak usia 3+ dengan pengawasan orang tua pastinya.


 1. Telur Melayang di Air Garam

Bahannya hanya telur, air, garam, dan pewarna makanan biru (opsional). Telur yang berada di air tawar akan tenggelam, sementara telur di dalam air garam akan melayang. Mengapa? Sebab, massa jenis air garam lebih besar dari massa jenis telur. Ribet jelasin ke anak? Tunggu saat usianya masuk sekolah ya mak. Untuk anak usia dini, jelaskan secara sederhana saja.



2. Suara Mana Yang Paling Keras


Masukan beras, biji jagung kering (popcorn), dan biji lainnya ke dalam botol berbeda. Minta anak mencari, suara mana yang paling keras. Selain eksperimen suara, anak juga bisa berlatih motorik halus & practical lifeskill dengan memasukkan biji-bijian ke dalam botol, menuangkannya ke dalam gelas, memindahkannya dengan sendok dari satu glas ke gelas yang lain.



3. Gunung Api


Eksperimen ini cukup populer ya mak. Membuat gunung api buatan dengan cuka, baking soda, dan pewarna makanan merah. Untuk membuat miniatur gunung, gunakan botol bekas yakult lalu lapisi dengan plastisin/playdough. 
Selain eksperimen sains, ajak anak belajar tentang gunung dan lava. Ajak pula si kecil menyelamatkan hewan dari letusan gunung api (mengasah kecintaan pada hewan ciptaan Allah). Makin seru deh!


4. Eksperimen Rasa


Minta anak mencicipi aneka bahan dapur: garam, gula, kopi, dan jeruk nipis. Untuk anak batita, eksperimen ini mengajarkan mereka tentang aneka rasa, manis, asin, pahit, dan asam. Jika anak sudah cukup besar, ajari pula tentang lidah dan fungsinya.


5. Eksperimen Roti


Nah kalau ini hasil dari playdate. Belajar tetang cuaca sembari eksperimen roti. Bagaimana hujan turun, anak diminta menuangkan susu kental manis yang ditaruh di atas penyaring teh. Tentang musim panas, oleskan margarin lalu beri potongan keju kotak di sekelilingnya. Musim salju pun dibuat dengan menaburkan gula halus. Usai main, makan deh rotinya. Yummy!



6. Sawi Berubah Warna


Sawi dicelupkan ke dalam air yang sudah diberi pewarna makanan. Tunggu beberapa saat, sawi akan berubah warna. Ajaib! Ko bisa ya? Coba deh tanya ke anak. Imajinasi kreatif mereka akan mengejutkan loh, Mak!




7. Es Mencair


Eksperimen tentang sifat benda: air jika didinginkan akan menjadi es yang padat. Lalu, benda padat (es) jika terkena panas, akan mencair. Supaya lebih seru, masukkan miniatur hewan saat membuat es. Faruq menggunakan mainan beruang kutub dan penguin, plus dia minta gabus styrofoam untuk saljunya. Siap-siap super duper messy play ya mak!




8. Gelembung Gula


Nah, kalau ini baru saja uji coba saat playdate rumbel anak IP Depok. Sabun cuci piring dicampur gula akan menghasilkan gelembung besar saat ditiup di atas permukaan datar. Faruq hepi betul! 





Gimana mak, sudah pernah coba? Atau dapat ide baru? Cus langsung eksekusi. Main bareng anak akan tingkatkan bonding kita ke mereka. Selain itu, yuk buat kenangan manis dengan anak. Saat anak dewasa kelak, ia akan terkenang mainan buatan bunda.




Note: Tulisan ini dibuat untuk challenge mingguan IP Depok tema Food Science.



Sabtu, 29 Agustus 2020

Ketahanan Pangan Keluarga Ala Ibu Rumah Tangga

source: pexels.com


Sejak pandemi, ketahanan pangan lagi digadang-gadang pamornya. Bukan cuma pemerintah, ibu rumah tangga pun punya inisiatif untuk membangun ketahanan pangan keluarga. Kalau yang pernah saya baca, dari para blogger emak-emak, aksi ini bisa beragam cara. 


1. Berkebun di Rumah


Menanam bahan pangan sendiri di lahan kosong sekitar rumah. Yang lagi ngetren nih: hidroponik. Tanaman kangkung di atas ember yang isinya ikan lele, pernah liat di medsos? Sekali panen, dua tiga periuk melampaui. Masak tumis kangkung plus pecel lele. Yummy.

Cakep betul kan kalau bisa berkebun. Sayangnyaaa, aku tak bisaaaa. Apalaaah sayaaa yang selalu gagal tanam menanam.

Aku mungkin akan ada di baris terdepan kalau ada pakar yang bilang "Berkebun itu butuh bakat". Teringaaaaatlaaah, sejak SD, setiap ada tugas tanaman, kenapaaa cuma tanamanku yang ga tumbuh. Dari satu kelas yang isinya 40 orang, kenapa cuma aku? Why why why? Udah jadi emak-emak pun, pot kosong cuma baris aja di belakang rumah. Ga ada isinya alias tanaman mati setelah kurang lebih 1 bulan sejak benih. Ckck, miris.

2. Atur Keuangan

Atur uang belanja pun termasuk ketahanan pangan yang bisa dilakukan mamak. Jadi, ga ada besar pasak daripada tiang, ga besar jajan g***food daripada memasak.

Untuk poin kedua ini, aku pun tak sanggup. Semua keuangan biar suami yang urus. Entah gimana, uang kalau di tanganku cepat lenyap. Heran. Ada aja yang dibeli.

Kalau kata suami, aku ini tipe dominan. Semua orang dominan pasti kacau balau keuangannya. Ya baiklah, saatnya melirik kelas Financial Planning.

3. Diversifikasi Pangan


Nah, cara ketiga lah yang kupilih. Meragamkan jenis pangan yang dikonsumsi keluarga. Belum berhasil kalau dikata. Tapi usaha tetap ada, terutama cari pengganti nasi & terigu.

Kalau suami bercita-cita makan tanpa nasi, belum berhasil karena koki rumah (baca:sayah) malaaass bebikin lauknya. Buatku, masuk dapur tuh beraaat sangat... Tapi semangat 45 kalau eksperimen bikin cemilan, haha.

Sekarang ini, kalau aku pribadi, lagi berusaha kurangi terigu. Idealisnya: terigu itu dari gandum yang ga tumbuh di Indonesia. Kita selalu impor gandum, bahkan terigu. Jadi memang seharusnya, kita orang pribumi ga makan gandum kan. Tapi oh tapi, realita selalu berbeda.

Cara ala saya: Kurangi gorengan tepung, walau masih susah buat ga bikin balabala. Bebikin cilok dan kawan kawan dari tapioka aja. Kemudian, teringat punya buku ini (yang di pic). Dulu pernah beli ini, jadi sekarang, saatnya praktek! Cus!

afrizahan


*ditulis untuk challenge pekanan Komunitas Ibu Profesional Depok. 

Kamis, 13 Agustus 2020

Pilih Langsung yang Segar, Tips Belanja Sayur dan Buah Online (Ala Saya)

 



Saat awal-awal PSBB akibat pandemi beberapa waktu lalu, saya sempat kelimpungan belanja sayur, buah dan kebutuhan sehari-hari. Belanja online pastilah jadi solusi. Tapi oh tapi, banyak hal yang perlu diperhatikan lebih saat belanja sayur dan buah online. Berikut tips dari saya yang mungkin dapat menjadi rujukan sebelum memutuskan belanja bahan pangan segar secara daring. 



Andaikata tidak darurat, saya memilih belanja sayur dan buah di warung tetangga ataupun tukang sayur lewat depan rumah. Mengapa? Selain alasan idealis karena membantu perekonomian rakyat kecil, pun ada alasan kesegaran yang pastilah dijamin. Namun wabah membuat segalanya berubah, termasuk gaya berbelanja.

Tukang sayur gerobak langganan harus balik kampung sebelum geger isu (yang ternyata memang bukan sekedar isu) tentang adanya larangan mudik. Tukang sayur lain, dekat rumah, di sana berkerumun ibu-ibu berbelanja tanpa masker, bahkan ada pula yang batuk-batuk. Waduh, ngeri banget kan. Mana kelurahan tempa tinggal saya itu tercatat kasus Covid-19 tertinggi sekota Depok.

Awalnya masih santai, lama kelamaan, mulai merasa kehabisan stok, terutama jelang lebaran. Kalau kata tukang sayur sih karena banyak ibu yang dulu nggak pernah belanja, nggak pernah masak, setelah pandemi mau tak mau harus belanja dan masak sendiri. Apapun alasannya, apapun itu, menyebabkan saya perlu belanja online untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Singkat cerita, jelang lebaran itulah kali pertama saya belanja sayur dan buah online. Toko yang paling terkenal ya itu tuh yang logonya warna hijau-jingga. Untuk pengalaman pertama, hasilnya not bad lah. Bisa chat langsung saat orangnya belanja, jadi seakan kita belanja sendiri, pilih sendiri.

Fuih, panjang amat ngemengnya yes. Mana nih tipsnya. Cus deh, langsung aja poinnya (udah mau deadline kumpulin artikel ini pulak, he)

1. Pilih Toko Recommended

Nah, kalau saya pilih toko yang tadi disebut ya... Yang logonya warna hijau-jingga. Pilihan jatuh karena sering baca review dari teman-teman medsos yang biasa belanja di sana. Tapi masing-masing orang pasti beda selera. Jadi mending gugling dulu aja deh, toko online mana yang oke untuk beli sayur dan buah.

Sejak pandemi, jumlah toko sayur online mendadak banyak banget euy. Bisa jadi, saya beralih dah kalau belanja sayur online lagi. Siapalaaah yang bisa menjamin, hohoho.

2. Buat Daftar Belanja dan Jangan Tergiur Promo

Promo selalu berseliweran saat berbelanja. Ingat selalu, yang kita beli ini bahan pangan mudah busuk. Jadi, belilah yang dibutuhkan saja. Buat dulu daftar sayur dan buah yang ingin dibeli, sebelum membuka aplikasi.

3. Pastikan Pengiriman Same-day

Saya pernah sih nggak pakai pengiriman same-day. Tapi memang ada pengaturan saat belanja, ingin belanja kapan dan dikirim kapan. Dikira saja jenis yang dibeli, kalau yang mudah busuk ya harus bin wajib pengiriman sameday. Beda cerita kalau belanjanya rimpang, akar-akaran, umbi-umbian, buah tahan busuk, dan sejenisnya.

4. Cuci Bersih Bahan dan Cuci Tangan

Kita nggak tahu keamanan si tukang belanja, si kurir, si tukang sayur saat membawa belanjaan kita. Jadi, semua-muanya harus dicuci pakai sabun. Rempong memang, tapi tetap siaga dari penyebaran corona yes.

 

Kurang lebih, itu tips ala saya untuk belanja online sayur dan buah tanpa kecewa. Meski PSBB telah lewat, tapi was-was pandemi masih ada. Bahkan Depok pun masih zona merah sampai artikel ini ditulis.

Jadi, alternatif belanja sayur-buah online itu selalu ada. Apalagi, belanja untuk ragam panganan segar yang memang sulit dijumpai di tukang sayur keliling. Dalam hal ini, toko online sungguh membantu sangat. 

 

 


Note: Artikel ini ditulis untuk challenge mingguan Komunitas Intitut Ibu Profesional Depok. Silahkan diambil faedahnya.

Kamis, 25 Juni 2020

Anak Gemar Berteriak dan Memukul? Hadapi dengan 4 Tips Ini, Bunda

Image: Pexels.com



Selain tantrum, anak terkadang bersikap terlalu aktif dan agresif. Berawal dari kesal, mereka melampiaskan emosi dengan berteriak dan memukul. Sikapi mereka dengan lembut, bunda, berikut tips mengatasi perilaku agresif pada anak. 


  1. Bawa ke Tempat Aman dan Beri Nasihat



Hal pertama yang bisa dilakukan saat menghadapi anak yang agresif ialah dengan memindahkan mereka dari tempatnya. Bawa si kecil ke tempat yang santai, jauh dari pemicu keagresifannya. Sebab, perilaku agresif bermula dari perasaan tidak aman yang dirasakan anak. 


Setelah itu, beri penjelasan bahwa sikapnya salah dan dapat mengganggu bahkan mencelakakan orang lain. Perilaku berteriak dan memukul merupakan sikap spontan yang anak tunjukkan karena mereka tak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka tak memahami akibat dari perbuatannya. Karena itulah, penjelasan dan nasihat yang baik dapat membuatnya mengerti dan tak lagi mengulangi. 


  1. Seringlah Memuji Anak



Untuk menghadapi sikap negatif pada anak, cobalah untuk memberi pujian acap kali buah hati melakukan hal baik. Pujian yang diberikan pun harus jelas dan bukan sekedar berkata “Bagus!”, “Hebat!”, “Pintar”, dan sebagainya. 


Beri pujian pada anak dengan menyebut sikap apa yang perlu dipuji. Jadi bukan asal memuji ya Bunda. Contohnya, “Kakak sudah membereskan mainan dengan rapi, bagus sekali!”, “Abang sudah berbaik hati meminjamkan mainan ke teman, keren deh!”.


  1. Beri Aturan dan Terus Ingatkan


Buatlah aturan tentang larangan berteriak dan memukul. Pastikan anak memahami dan mengingatnya. Beri penjelasan rinci tentang aturan tersebut, bahwa si kecil tidak boleh memukul, menggigit, ataupun mencakar, saat bermain dengan teman-temannya. 


Tambahkan pemahaman agama bahwasanya muslimin dilarang melukai orang lain. Itu adalah perbuatan tercela yang dibenci Allah dan Rasulullah. Beri pemahaman janji surga yang luar biasa indah jika menjadi anak baik dan tidak suka mengganggu ataupun melukai orang lain. 


  1. Cari Penyebabnya



Cara selanjutnya untuk menghadapi anak yang agresif ialah dengan mencari penyebabnya. Terkadang, anak bersikap agresif karena kurang perhatian dari ayah bunda. Dalam kasus lain, mereka agresif karena cemburu dengan kehadiran adik bayi. Dapat pula perasaan kesal pada teman menjadi pemicu si kecil bersikap berlebihan. 


Carilah penyebab anak agresif lalu atasi. Dalam beberapa kasus, anak juga harus dalam pengawasan penuh jika sikap agresif nya sudah pada tingkatan berbahaya. Mengingat perilaku seperti ini tidak hanya ditujukan pada orang tua, melainkan semua orang yang dianggap anak sebagai ancaman. 


Demikian bunda, beberapa tips dan cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi, bahkan menghilangkan, sifat agresif pada anak. Lakukan keempat nya dengan baik agar anak tak lagi gemar berteriak dan memukul di luar kendali. 



Sumber bacaan:
-”Cara Mudah Merawat Bayi, Batita, dan Balita.” Ghaniya Vaniyusha, Dr. Kusnandi Rusmil, SpA(K). 
-”Komunikasi dengan Anak” Materi Kuliah Bunda Sayang Institut Ibu Profesional. 

#parenting #parentingislam