Rappler |
Assalamu’alaikum anakku, surat ini berasal dari Ummah, ibu yang
selalu memiliki cinta segenap jiwa, untukmu, tanpa syarat dan tanpa iba. Entah
di usia berapa kau membaca surat ini. Ummah menulis di antara kegelapan malam,
sembari memandangimu terlelap dengan indahnya.
Saat Ummah menulis surat ini, usiamu hampir genap tiga tahun
dalam hitungan hari ke depan. Tulisan ini adalah ungkapan memori dan hati untuk
mengenang masa-masa menakjubkan sejak melahirkanmu. Bahkan sebetulnya, sehelai
surat tidaklah cukup untuk mengatakan semuanya. Akan tetapi, butuh jutaan buku
untuk menuliskannya.
Faruq putraku, jika orang bilang anak adalah buah hati
seorang ibu, maka kau lebih dari itu. Kau adalah inti hatiku, kedalaman jantungku
yang membuatnya terus berdetak. Ummah tidak berlebihan mengatakannya. Detak
jantung itu pernah berhenti barang sedetik ketika kau tiba-tiba jatuh dari tempat
tidur yang tinggi saat usiamu baru hitungan pekan. Pun saat kau tiba-tiba
terjungkal dan tertimpa sepeda di usia tahun kedua. Banyak momen menghantam
jantung hati Ummah yang pasti telah kau lupakan saat dewasa.
Apa kau tahu, saat itu kau sangat lucu dan pintar. Ummah
hanya menempelkan huruf dan angka di dinding tempatmu bermain. Tak butuh waktu
lama untukmu menghafal semuanya. Ibu-ibu teman sepermainanmu bahkan merasa iri
melihatnya. Kau pun mengenal semua warna ketika teman seusiamu masih menangis
dan merengek. Kau selalu berbicara ini dan itu hingga memecah tawa setiap orang
yang mendengarnya.
Lebih dari semua itu, kau selalu berbagi mainan kepada
teman-temanmu dan tak pernah menyakiti mereka. Kau bahkan gemar menyapa dan
mengajak mereka bermain ke rumah meski pada akhirnya mainanmu menjadi kotor, berantakan
dan tak sedikit yang rusak. Namun kau tak pernah menangisinya dan keesokan hari
kembali mengajak mereka bermain.
Ummah berharap, kau selalu menjadi anak manis seperti itu
bahkan meski usiamu telah menginjak belasan bahkan puluhan. Tak perlu bersikeras
untuk meraih sesuatu, percayalah bahwa Allah memberimu kecerdasan. Yang perlu
kau lakukan hanyalah berusaha lebih giat lagi. Jangan lupakan hati untuk
menebar kebaikan di manapun kau berada. Percayalah bahwa Allah selalu membalas
kebaikan dengan kebaikan yang lebih baik lagi.
Wahai putraku yang sejuta sayangku kau miliki, apa kau tumbuh
dewasa dengan bahagia? Apakah Ummah masih ada di sampingmu saat kau membaca
surat ini? Pertanyaan-pertanyaan itu adalah sebuah kekhawatiran terdalam yang
selalu Ummah rasakan sejak kau terlahir di dunia. Masih teringat dalam benak Ummah
di tiga malam pertama sejak kelahiranmu, air mata berlinangan deras hanya
karena khawatir apa kau bisa hidup dengan baik jika Ummah tiba-tiba tak ada di
sisimu. Sungguh sebuah kekhawatiran semu namun berhasil membuat mata Ummah
sembab di pagi hari hingga nenek dan kakekmu merasa khawatir.
Ketahuilah nak, Ummah memiliki sebuah doa spesial yang tak
pernah lekang di setiap sujud, yakni doa agar kau diberi umur panjang yang
berkah dan tumbuh menjadi seorang pria yang selalu berjalan lurus tanpa goyah
sekalipun. Doa itu bahkan sering kali melupakan Ummah untuk meminta kesempatan
agar dapat menjagamu, mendidikmu dan mencintaimu hingga terkabulnya doa spesial
itu. Jika Ummah dianugerahi kesempatan, maka Ummah akan memilih untuk
mencintaimu dengan cinta yang lebih banyak agar kau bisa selalu mengingat dan
menyayangi Ummah, sebagaimana Ummah yang selalu mengingatmu dan menyayangimu
detik demi detik, tahun demi tahun.
Jika berandai-andai tentang sebuah kesempatan, maka Ummah
ingin mengulang waktu. Ummah ingin berusaha lebih keras agar dapat meminum suplemen
dan makanan bergizi saat kau berada di rahimku. Maafkan Ummah yang selalu saja muntah
dan tak bertenaga sejak hari pertama kehamilan bahkan menjelang kelahiranmu.
Akibatnya, tubuhmu sangat mungil saat berjumpa dengan dunia.
Jika waktu benar-benar dapat diulang, maka Ummah ingin
berusaha lebih giat agar kau dapat berlarian sepuasnya di tanah lapang, bermain
hujan dan berkotor ria, membongkar semua isi lemari, menumpahkan air dan
menjadikannya genangan, mengejar dan menangkap serangga liar, hingga memanjat
jendela dan lemari. Kenyataannya, kau selalu terbatas untuk melakukan semua itu
hanya karena alasan lelah yang Ummah rasakan.
Maafkan Ummah yang terlalu lemah hingga terus saja mengeluh
lelah karena harus mengurusmu sembari mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri.
Ummah selalu saja merebahkan diri dan enggan bermain denganmu seusai membersihkan
rumah, memasak, merapikan barang, hingga mencuci dan menyetrika baju. Andai Ummah
tak mudah lelah, perkembangan motorik kasarmu mungkin akan jauh lebih baik. Kau
tak perlu lagi kesulitan saat menyeimbangkan badan, melompat tinggi dan
mengayuh sepeda.
Sayangnya semua itu tak mampu diulang. Ummah selalu menyesal di
pagi hari karena tak berbuat lebih banyak untukmu di hari kemarin. Demikian
hari demi hari berlalu hingga kau tumbuh besar tanpa Ummah sadari. Setiap tahun
yang Ummah lalui bersamamu seakan hanya berlangsung sekedipan mata, teramat
singkat. Kau bertambah usia dan Ummah bertambah tua. Kau bertambah besar dan Ummah
bertambah bahagia.
Hanya ada dua kata dari Ummah yang perlu selalu kau ingat;
maaf dan terima kasih. Maafkan Ummah yang tak pernah sempurna menjadi ibumu dan
terima kasih karena kau selalu menjadi anak sempurna untukku. Ummah selalu
mencintai dan menyayangi Faruq.
Salam kecup dengan sarat doa untukmu Faruq anakku.
Ditulis pada akhir Juli 2017.
(Ummah) Afriza Hanifa.
Note:
"Surat untuk anakku: Maaf dan terima kasih" menang dalam kompetisi menulis dalam rangka Hari Anak Nasional yangdiadakan Rappler. Link: https://www.rappler.com/indonesia/ayo-indonesia/176428-surat-untuk-anakku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar