Senin, 17 September 2018

[Opini] Selamatkan Mereka! Selamatkan Pelajar dari Rokok!




Selamatkan Mereka!
Rokok telah menjerat begitu banyak pelajar negeri ini. Mereka bukan hanya dari kalangan putih abu-abu, namun juga remaja sekolah menengah pertama yang baru saja lepas usia 10 tahun. Mereka bahkan bukan lagi tergolong pemula melainkan adiktif, bukan hanya pria namun juga wanita.

Banyak data yang membuktikan fakta tersebut. Dilansir dari CNN Indonesia, Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2014 mengungkap data bahwa sebesar 18,3 persen pelajar Indonesia memiliki kebiasaan merokok. Survei tersebut dilakukan pada pelajar SMP berusia 13-15 tahun. 

Yang mengejutkan, dari angka tersebut, hampir setengahnya, yakni sebanyak 47 persen telah berstatus sebagai perokok adiktif. Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata sebanyak 11,7 persen pelajar pria dan 9,5 persen pelajar wanita telah merokok sebelum berusia 7 tahun. Artinya, mereka telah merokok sejak duduk di bangku kelas 2 SD!

Di tahun 2015, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengungkapkan sebuah survei bahwa remaja berusia 13-15 tahun termasuk dalam kategori perokok aktif. Dikabarkan MINA, bahwa survei tersebut menunjukkan bahwa tiga dari tujuh remaja SMP pernah mengisap rokok.

Data lain yang tak kalah mengejutkan juga datang dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI). Mereka mencatat adanya peningkatan jumlah perokok usia muda 10-14 tahun secara signifikan. Pada tahun 2001, jumlahnya tercatat 1,9 juta orang. Lalu sembilan tahun kemudian, angka melonjak menjadi 3,9 juta orang. Tak hanya itu, 3 dari 10 perokok remaja mengaku pertama kali mencoba rokok saat usia di bawah 10 tahun.

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr Lily Sriwahyuni Sulistyowati, Indonesia merupakan juara dunia dalam merokok. Negeri ini meraih peringkat pertama dengan jumlah perokok terbanyak dunia, disusul Rusia, Tiongkok, Filipina dan Vietnam. “Bisa dibilang Indonesia itu juara merokok. Menyedihkan,” ujarnya dikutip dari Republika.

Negeri ini selalu dilanda dilema perihal rokok dan tembakau. Kebijakan demi kebijakan yang ada seperti membuat gambar menyeramkan di bungkus rokok atau menaikkan harga rokok, belum terasa dampaknya untuk mengurangi jumlah perokok, terutama di kalangan pelajar remaja. Hingga kini belum ada kebijakan “keras” dan “berani” kepada perusahaan rokok karena industri tersebut menyumbang banyak sekali pajak negara dan mengambil peran strategis dalam membuka lapangan pekerjaan. Hasilnya, rokok masih dijual bebas, iklan rokok berkeliaran dan menjadi sponsor banyak acara, bahkan perusahaan rokok pula membuat image positif dengan memberikan beasiswa berlimpah bagi pelajar dan atlet.

Dosen The Business School Edinburg Napier University, London, Nathalia C. Tjandra menuturkan, pemerintah kesulitan mengendalikan konsumsi rokok dan mengontrol distribusi rokok di dalam negeri. Bahkan Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia yang tidak bergabung di Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC). Penyebabnya, karena negeri ini kebingungan mengatasi tembakau.

“Pemerintah mengalami dilematis ekonomi. Karena kenyataannya, industri rokok masih menjadi salah satu industri penghasil pendapatan terbesar negara. Di samping itu, industri rokok juga mampu menyerap jutaan tenaga kerja dalam rantai proses produksinya hingga pemasarannya. Tembakau belum bisa dipangkas selama belum ada industri alternatif. Bahkan pemerintah semakin kesulitan membatasi penggunaan rokok di masyarakat, karena kuatnya upaya pemasaran, promosi, sponsor, dan lainnya yang dilakukan oleh perusahaan rokok," ujarnya dikutip dari Tempo Interaktif.

Kegagalan pemerintah ini menjadi masalah besar ketika para pelajar turut terimbas dampaknya. Para remaja, merekalah masa depan bangsa, estafet generasi yang akan datang. Sangat disayangkan jika  generasi mendatang telah rusak akibat rokok. Bahwasanya, bahaya rokok tak hanya menyerang kesehatan tubuh si perokok. Namun bagi pelajar, bahaya rokok jauh lebih besar.

Sebagaimana dipaparkan Dr. Rashidi Mohamed, pakar rehabilitasi keluarga, Universitas Kebangsaan Malaysia, dikutip dari mmgazzete, bahwa merokok usia muda dapat mendatangkan banyak masalah. Salah satu yang terbesar yakni merokok dapat menjadi pintu gerbang penggunaan obat berbahaya seperti ganja, amphetamine dan heroin. Menurutnya, kampanye anti rokok semestinya juga fokus pada usia muda.

Maka sudah menjadi kewajiban bersama, baik pemerintah, sekolah, orang tua maupun masyarakat umum untuk menyelamatkan pelajar dari bahaya merokok. Dari pihak pemerintah harus membatasi penjualan rokok. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan sistem penjualan tertutup. Pembatasan usia pembeli juga dapat dilakukan, misal dengan cara mensyaratkan pembelian rokok dengan menunjukkan KTP. Hal ini lumrah dilakukan di beberapa negara. Namun pembatasan usia pembeli ini juga harus dibarengi dengan pembatasan ritel yang menjual rokok. Pedagang kecil seperti warung kelontong seharusnya tidak diizinkan lagi menjual rokok.

Di ranah sekolah, edukasi bahaya merokok sangatlah penting dilakukan. Mengapa tidak dimasukkan saja ke dalam kurikulum mengenai rokok dan bahayanya. Bahkan lebih baik lagi jika dimasukkan ke dalam sistem nilai. Pelajar yang ketahuan merokok, akan diberi hukuman nilai, hukuman skors, atau bahkan hukuman tidak naik kelas.

Untuk mengetahui siapa saja yang merokok di kalangan siswanya, sekolah bahkan perlu melakukan tes kesehatan mulut dan gigi. Sebagaimana yang dilakukan wali kota Purwakarta beberapa waktu lalu yang melakukan tes tersebut kepada semua pelajar hingga didapatkan hasil ratusan pelajar yang positif perokok aktif. Sang walikota pun kemudian memberikan hukuman SP 1. Jika menjelang UAS terbukti merokok kembali, maka hukuman akan meningkat. SP3 pun terancam keluar jika pelajar tetap bandel merokok. SP3 tersebut akan berdampak sangat buruk pada nilai di rapornya. Program ini benar-benar berhasil dan mampu mengurangi jumlah pelajar perokok sebanyak 50 persen hanya dalam waktu satu tahun. Sayangnya, aksi ini baru dilakukan di ranah SMA dan belum menjangkau hingga SMP.

Adapun solusi dari rumah, orang tua hendaknya memberikan teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Seorang anak yang penasaran akan rokok bermula dari kesehariannya yang sering kali melihat ayahnya atau anggota keluarga lain sering kali menghisap rokok. Selain itu dari masyarakat, pandangan rokok sebagai kejantanan harus segera dihapus. Pandangan bahwa merokok itu keren sudah seharusnya diubah ke jalur yang benar dan mengembalikan konsep  sebenarnya bahwa rokok adalah bahaya lagi membahayakan.
Jika semua pihak bekerja   sama, bukan mustahil untuk menyelamatkan para pelajar dari jeratan rokok. Menyelamatkan mereka berarti menyelamatkan masa depan bangsa.


Published at: ridwanloekito.id - Keterangan: Ini adalah artikel yang saya tulis untuk blog ridwanloekito (2017). Kepemilikan artikel (credit) untuk ridwanloekito.id. Harap cantumkan sumber untuk reshare!
Afriza Web Developer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar