Selamatkan
Mereka!
Rokok
telah menjerat begitu banyak pelajar negeri ini. Mereka bukan hanya dari
kalangan putih abu-abu, namun juga remaja sekolah menengah pertama yang baru
saja lepas usia 10 tahun. Mereka bahkan bukan lagi tergolong pemula melainkan
adiktif, bukan hanya pria namun juga wanita.
Banyak
data yang membuktikan fakta tersebut. Dilansir dari CNN Indonesia, Global Youth
Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2014 mengungkap data bahwa sebesar 18,3 persen
pelajar Indonesia memiliki kebiasaan merokok. Survei tersebut dilakukan pada
pelajar SMP berusia 13-15 tahun.
Yang mengejutkan, dari angka tersebut, hampir
setengahnya, yakni sebanyak 47 persen telah berstatus sebagai perokok adiktif.
Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata sebanyak 11,7 persen pelajar pria dan 9,5
persen pelajar wanita telah merokok sebelum berusia 7 tahun. Artinya, mereka
telah merokok sejak duduk di bangku kelas 2 SD!
Di
tahun 2015, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengungkapkan
sebuah survei bahwa remaja berusia 13-15 tahun termasuk dalam kategori perokok
aktif. Dikabarkan MINA, bahwa survei tersebut menunjukkan bahwa tiga dari tujuh
remaja SMP pernah mengisap rokok.
Data
lain yang tak kalah mengejutkan juga datang dari Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia (IAKMI). Mereka mencatat adanya peningkatan jumlah perokok
usia muda 10-14 tahun secara signifikan. Pada tahun 2001, jumlahnya tercatat
1,9 juta orang. Lalu sembilan tahun kemudian, angka melonjak menjadi 3,9 juta
orang. Tak hanya itu, 3 dari 10 perokok remaja mengaku pertama kali mencoba
rokok saat usia di bawah 10 tahun.
Menurut
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian
Kesehatan, dr Lily Sriwahyuni Sulistyowati, Indonesia merupakan juara dunia
dalam merokok. Negeri ini meraih peringkat pertama dengan jumlah perokok
terbanyak dunia, disusul Rusia, Tiongkok, Filipina dan Vietnam. “Bisa dibilang
Indonesia itu juara merokok. Menyedihkan,” ujarnya dikutip dari Republika.
Negeri
ini selalu dilanda dilema perihal rokok dan tembakau. Kebijakan demi kebijakan
yang ada seperti membuat gambar menyeramkan di bungkus rokok atau menaikkan
harga rokok, belum terasa dampaknya untuk mengurangi jumlah perokok, terutama
di kalangan pelajar remaja. Hingga kini belum ada kebijakan “keras” dan
“berani” kepada perusahaan rokok karena industri tersebut menyumbang banyak sekali
pajak negara dan mengambil peran strategis dalam membuka lapangan pekerjaan.
Hasilnya, rokok masih dijual bebas, iklan rokok berkeliaran dan menjadi sponsor
banyak acara, bahkan perusahaan rokok pula membuat image positif dengan
memberikan beasiswa berlimpah bagi pelajar dan atlet.
Dosen
The Business School Edinburg Napier University, London, Nathalia C. Tjandra
menuturkan, pemerintah kesulitan mengendalikan konsumsi rokok dan mengontrol
distribusi rokok di dalam negeri. Bahkan Indonesia menjadi satu-satunya negara
Asia yang tidak bergabung di Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau
(FCTC). Penyebabnya, karena negeri ini kebingungan mengatasi tembakau.
“Pemerintah
mengalami dilematis ekonomi. Karena kenyataannya, industri rokok masih menjadi
salah satu industri penghasil pendapatan terbesar negara. Di samping itu,
industri rokok juga mampu menyerap jutaan tenaga kerja dalam rantai proses
produksinya hingga pemasarannya. Tembakau belum bisa dipangkas selama belum ada
industri alternatif. Bahkan pemerintah semakin kesulitan membatasi penggunaan
rokok di masyarakat, karena kuatnya upaya pemasaran, promosi, sponsor, dan
lainnya yang dilakukan oleh perusahaan rokok," ujarnya dikutip dari Tempo
Interaktif.
Kegagalan
pemerintah ini menjadi masalah besar ketika para pelajar turut terimbas
dampaknya. Para remaja, merekalah masa depan bangsa, estafet generasi yang akan
datang. Sangat disayangkan jika generasi
mendatang telah rusak akibat rokok. Bahwasanya, bahaya rokok tak hanya
menyerang kesehatan tubuh si perokok. Namun bagi pelajar, bahaya rokok jauh
lebih besar.
Sebagaimana
dipaparkan Dr. Rashidi Mohamed, pakar rehabilitasi keluarga, Universitas
Kebangsaan Malaysia, dikutip dari mmgazzete, bahwa merokok usia muda dapat
mendatangkan banyak masalah. Salah satu yang terbesar yakni merokok dapat
menjadi pintu gerbang penggunaan obat berbahaya seperti ganja, amphetamine dan
heroin. Menurutnya, kampanye anti rokok semestinya juga fokus pada usia muda.
Maka
sudah menjadi kewajiban bersama, baik pemerintah, sekolah, orang tua maupun
masyarakat umum untuk menyelamatkan pelajar dari bahaya merokok. Dari pihak
pemerintah harus membatasi penjualan rokok. Hal ini bisa dilakukan dengan
menggunakan sistem penjualan tertutup. Pembatasan usia pembeli juga dapat
dilakukan, misal dengan cara mensyaratkan pembelian rokok dengan menunjukkan
KTP. Hal ini lumrah dilakukan di beberapa negara. Namun pembatasan usia pembeli
ini juga harus dibarengi dengan pembatasan ritel yang menjual rokok. Pedagang
kecil seperti warung kelontong seharusnya tidak diizinkan lagi menjual rokok.
Di
ranah sekolah, edukasi bahaya merokok sangatlah penting dilakukan. Mengapa
tidak dimasukkan saja ke dalam kurikulum mengenai rokok dan bahayanya. Bahkan
lebih baik lagi jika dimasukkan ke dalam sistem nilai. Pelajar yang ketahuan
merokok, akan diberi hukuman nilai, hukuman skors, atau bahkan hukuman tidak
naik kelas.
Untuk
mengetahui siapa saja yang merokok di kalangan siswanya, sekolah bahkan perlu
melakukan tes kesehatan mulut dan gigi. Sebagaimana yang dilakukan wali kota
Purwakarta beberapa waktu lalu yang melakukan tes tersebut kepada semua pelajar
hingga didapatkan hasil ratusan pelajar yang positif perokok aktif. Sang
walikota pun kemudian memberikan hukuman SP 1. Jika menjelang UAS terbukti
merokok kembali, maka hukuman akan meningkat. SP3 pun terancam keluar jika
pelajar tetap bandel merokok. SP3 tersebut akan berdampak sangat buruk pada
nilai di rapornya. Program ini benar-benar berhasil dan mampu mengurangi jumlah
pelajar perokok sebanyak 50 persen hanya dalam waktu satu tahun. Sayangnya,
aksi ini baru dilakukan di ranah SMA dan belum menjangkau hingga SMP.
Adapun
solusi dari rumah, orang tua hendaknya memberikan teladan yang baik bagi
anak-anak mereka. Seorang anak yang penasaran akan rokok bermula dari
kesehariannya yang sering kali melihat ayahnya atau anggota keluarga lain
sering kali menghisap rokok. Selain itu dari masyarakat, pandangan rokok
sebagai kejantanan harus segera dihapus. Pandangan bahwa merokok itu keren
sudah seharusnya diubah ke jalur yang benar dan mengembalikan konsep sebenarnya bahwa rokok adalah bahaya lagi
membahayakan.
Jika
semua pihak bekerja sama, bukan
mustahil untuk menyelamatkan para pelajar dari jeratan rokok. Menyelamatkan
mereka berarti menyelamatkan masa depan bangsa.
Published at: ridwanloekito.id - Keterangan: Ini adalah artikel yang saya tulis untuk blog ridwanloekito (2017). Kepemilikan artikel (credit) untuk ridwanloekito.id. Harap cantumkan sumber untuk reshare!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar