Sabtu, 20 Mei 2017

Kisah Beo yang Bersyahadat


Credit image: petyak[dot]com


Alkisah, dahulu ada seorang syaikh ternama yang mempunyai banyak santri. Suatu ketika, salah seorang santri beliau memberi hadiah seekor burung beo. Syaikh begitu gembira dan merawat beo itu dengan sangat baik. Kemana pun syaikh pergi, beo itu selalu ikut serta. Bahkan setiap kali syaikh mengisi majelis, beo itu pun diajak pula ke masjid. Alhasil, si beo selalu mengucapkan kalimat agung "Lailahailallah", karena memang kalimat itu lah yang sering diucapkan sang syaikh.

Si burung beo selalu mengucapkan kalimat syahadat tersebut setiap waktu. Entah pagi, siang, malam, beo milik sang syaikh begitu cerewet bersyahadat. Karena tingkah laku si beo tersebut, banyak orang menyukainya. Pun demikian dengan sang syaikh. Si beo menjadi hewan peliharaan kesayangannya dan selalu dirawat dengan istimewa. Syaikh gembira karena kalimat syahadat selalu menghiasi rumahnya. Tentu karena kalimat mulia itu selalu dilantunkan oleh si beo. Layaknya dzikir, lantunan syahadat terus terdengar di mana pun beo itu berada.

Hingga suatu hari, para murid syaikh dilanda kebingungan. Sang syaikh tak hadir di majelis dan absen mengajar. Hal yang tak biasa, karena sang syaikh terkenal sangat disiplin dan rajin menyampaikan ilmu. Apa gerangan yang terjadi, demikian para santri mengkhawatirkan guru mereka. 

Keesokan harinya, sang syaikh tak hadir lagi di masjid. Para santri makin bertanya-tanya. Jika syaikh ada urusan, pastilah beliau akan mengatakannya kepada para santri. Namun sudah dua hari syaikh tidak memberi kabar apapun. Hingga hari ketiga, syaikh tetap absen mengajar. Beberapa santri pun kemudian memutuskan untuk pergi mengunjungi rumah syaikh. Mereka ingin tahu alasan syaikh tak hadir di masjid untuk mengajar. "Mungkin beliau tengah sakit," ujar salah seorang santri.

“Atau mungkin beliau tengah safar ke tempat yang jauh,” kata seorang lain.
“Sudahlah jangan menebak-nebak. Lebih baik kita percepat langkah menuju rumah syaikh,” seorang santri menengahi. 

Sesampainya di rumah syaikh, mereka mendapati sang guru dilanda duka yang teramat sangat. Matanya sembab, air matanya bercucuran, tubuhnya tersungkur penuh duka. Sang syaikh yang wibawa itu menangis sejadi-jadinya. Tentu para santri terkejut melihatnya. Mereka pun segera berkerumun di dekat syaikh. 

Salah seorang santri kemudian bertanya heran, "Wahai syaikh, gerangan apa yang membuat anda menangis pilu?"

Sang syaikh kemudian mengatakan bahwa burung beo kesayangannya telah menemui ajal. Para santri makin dibuat heran, bagaimana mungkin syaikh menangis sesegukan hanya karena burung peliharaannya telah mati. 

"Wahai syaikh, jikalau hanya karena beo, kami bisa membelikan beo lagi untuk Anda," tutur seorang santri lain.

“Betul syaikh, janganlah bersedih, kami akan membelikan seekor beo lain untuk Anda,” seorang santri lain menimpali.

Para santri mengira guru mereka menangisi kematian si beo. Sang syaikh pun kemudian bercerita bagaimana proses kematian si beo yang rajin bersyahadat itu. 

"Setiap hari setiap waktu beo itu selalu melantunkan syahadat. Lailahaillah menjadi kalimat yang selalu ia ucapkan. Namun saat sakaratul maut, beo itu hanya menjerit kek kek kek. Padahal sepanjang hidupnya, beo itu tak pernah luput mengucapkan syahadat. Kemudian aku pun teringat diriku. Aku takut saat ajal menjemput, aku tak mampu bersyahadat dan hanya berteriak layaknya si beo," kata sang syaikh menangis pilu. 

Mendengarnya, para santri pun kemudian ikut menangis. Mereka takut, saat ajal menjelang, lisan yang terbiasa bersyahadat justru tak mampu mengucapkannya. Hati yang tak ikhlas membuat lisan enggan bersyahadat di saat sakaratul maut tiba. Jangankan surga, harapan mendapat khusnul khatimah pun akan sirna. Mengingat semua itu, sang syaikh dan para santrinya menangis pilu. Padahal, mereka lah orang-orang yang giat mempelajari ilmu agama dan rajin mengamalkannya. Bagaimana dengan kita?

Published at: muslimahdaily

Afriza Web Developer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar