Selasa, 16 Mei 2017

Opini: Kekacauan Civil Society


Image credit: asiasociety.org


Selama ini masyarakat Indonesia berada dalam ketenangan hidup berbangsa dan bertanah air. Negara ini selalu damai meski kekacauan politik hingga peperangan melanda banyak negara saudara dan negara tetangga. Negeri ini pula dikenal dengan masyarakatnya yang sopan santun dan beradab. Karenanya status Civil Society atau masyarakat madani rasanya boleh disematkan di negeri ini.

Namun dalam setahun terakhir, status tersebut terancam pudar. Bangsa ini mulai dibanjiri kekacauan politik dan sosial yang tak pernah tercatat dalam sejarah. Masyarakat dihantui kekhawatiran dan dekadensi moral. Mirisnya, kekacauan itu hanya disebabkan oleh kasus yang melibatkan satu orang.

Sudah dapat ditebak, satu orang tersebut yakni Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Sejak kasus penistaan agama yang dilakukan gubernur non aktif DKI Jakarta tersebut, Indonesia menjadi gonjang-ganjing. Aksi digelar dimana-mana, beragam isu bertebaran dari bocornya informasi Badan Intelejen Negara (BIN) hingga isu rush Money yang membuat pusing menteri keuangan dan gubernur Bank BI. Belum lagi fitnah yang merajalela, dari turut campurnya ISIS, fitnah penentang Pancasila, pendanaan aksi oleh mantan Presiden RI, SBY dan fitnah-fitnah lain yang jumlahnya begitu banyak.

Ahok seakan menjadi trouble maker meski sebetulnya kekuatan dibalik Ahok lah yang mengacaukan satu negara. Miris, bagaimana isu satu orang mampu membuat negara dilanda banyak masalah dari beragam aspek, baik politik, hukum, ekonomi, dan terutama SARA.
Perang fisik memang tak terjadi dan itu patut disyukuri. Namun perang antar masyarakat yang memicu terpecahnya bhineka tunggal ika menjadi kekhawatiran yang patut dicari solusi. Terlebih lagi perang dunia maya, atau cyber war yang benar-benar telah membuat keresahan tingkat tinggi di tengah masyarakat. Bahkan jika dicermati, kebanyakan masalah yang merajalela justru hadir dari celotehan di dunia maya.

Civil Society atau masyarakat madani merupakan masyarakat yang memiliki adab, bermoral dan beretika, berdemokrasi dan menaati hukum. Jika menilik kondisi negara sekarang, rasanya semua itu sudah jauh dari Indonesia. Adab, etika dan moral tak lagi dimiliki bangsa. Kesantunan dan kesopanan menjadi barang langka yang nyaris hilang dan mungkin hanya dapat ditemui di pedesaan.

Sebagai contoh dalam isu Ahok, setiap orang pasti tahu bagaimana etika mantan bupati Belitung Timur yang pemarah dan blak-blakan saat memimpin Jakarta. Gayanya tersebut kemudian ditiru oleh banyak sekali pemimpin tanah air, dari walikota, bupati, gubernur, hingga menteri. Gaya yang awalnya ditanggapi positif kemudian menjadi malapetaka ketika lisan sang gubernur terindikasi menyampaikan penistaan terhadap kitab suci umat Islam.

Demokrasi Indonesia kemudian dipertanyakan ketika aparat nampak maju mundur mengusut kasus Ahok. Hingga kemudian ranah hukum ikut disudutkan ketika kasus tersebut seakan bertele-tele dan status Ahok masih terdakwa hingga kini. Sejatiya Ahok sendiri pernah menyatakan pada pers bahwa ia siap menerima konsekuensi jika membuat negara kacau. “Saya sudah sampaikan, kalau karena saya membuat negara kita begitu kacau, saya rela ditangkap, dipenjara,” ujar Ahok yang dikabarkan hampir semua portal berita.

Seandainya Ahok benar-benar dipenjara, apakah kondisi civil society akan kembali seperti semula. Saya pribadi tak yakin hal itu dapat terjadi dengan mudah, mengingat pola dan pandangan masyarakat pun telah banyak berubah.

Untuk mengembalikan bangsa ini menjadi civil society, perlu mewujudkan kembali unsur-unsur masyarakat madani. Sebagaimana disebutkan dalam buku “Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani” karya Komaruddin Hidayat dan Azyumari Azra, di antara unsur tersebut yakni memberikan wadah untuk menyalurkan pendapat masyarakat, mengembalikan kestabilan demokrasi, membudayakan sikap toleransi dan menerima adanya pluralisme. Unsur terakhir, menegakkan keadilan sosial di semua aspek kehidupan dan tidak memihak golongan tertentu.


Selain unsur pembangun, Civil society pula baru dapat terwujud jika ada pilar-pilar penegaknya. Sayangnya, saat ini pilar-pilar tersebut telah terkontaminasi oleh bayak kepentingan. Maka menjadi tugas bersama untuk mengembalikan pilar-pilar tersebut sesuai jalur dan tugasnya. Demikian yang harus dilakukan demi terciptanya civil society, demi mengembalikan Indonesia menjadi negara yang madani. Apa saja pilar itu? mereka yakni Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers, supremasi hukum, perguruan tinggi dan partai politik. Pertanyaannya, butuh berapa tahun untuk membangun unsur civil society dan mengembalikan pilar-pilar tersebut sesuai tugas dan perannya? Butuh berapa lama negeri ini kembali menjadi negeri beradab?


Published at: ridwanloekito.id
Afriza Web Developer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar